(BUKAN) REVIEW DILAN DAN MILEA : WHAT’S SO GOOD ABOUT DILAN??
(Tulisan ini menjadi draft berbulan-bulan. Niat publishnya naik turun seperti niat menonton filmnya. Terpublish setelah film Dilan turun tayang. Tanpa ditonton)
Pertanyaan tersebut pertanyaan saya dalam dua masa. Jadi intonasinya juga dua. Intonasi pertama dengan nada penasaran saat melihat buku tersebut jadi best seller. Setiap masuk toko buku selalu ada Dilan (dan berikutnya Milea) di rak buku laris. Saya juga penasaran kenapa sepertinya #dedekdedekgemes sering mengutip quote-quote dari buku tersebut dan berharap punya pacar kayak Dilan. Hhhh.. What’s so good about Dilan? Tetapi, walaupun penasaran ga langsung membuat saya berniat membeli atau membaca buku-buku tersebut selain karena saya sudah mempunyai banyak daftar buku yang saya inginkan, dan entah kenapa sampulnya yang bergambar seorang siswi SMA membuat saya berfikir buku itu untuk#dedekgemes ABG yang lagi sedang seneng-senengnya berkhayal dapat pacar unyu-unyu
dan gombal romantis.
******
What's so good about Dilan?Pertanyaan tersebut pertanyaan saya dalam dua masa. Jadi intonasinya juga dua. Intonasi pertama dengan nada penasaran saat melihat buku tersebut jadi best seller. Setiap masuk toko buku selalu ada Dilan (dan berikutnya Milea) di rak buku laris. Saya juga penasaran kenapa sepertinya #dedekdedekgemes sering mengutip quote-quote dari buku tersebut dan berharap punya pacar kayak Dilan. Hhhh.. What’s so good about Dilan? Tetapi, walaupun penasaran ga langsung membuat saya berniat membeli atau membaca buku-buku tersebut selain karena saya sudah mempunyai banyak daftar buku yang saya inginkan, dan entah kenapa sampulnya yang bergambar seorang siswi SMA membuat saya berfikir buku itu untuk
Segalanya berubah saat zuko jadian dengan katara film adaptasinya sudah mulai
premiere. Setelah berfikir, menimbang, dan memutuskan akhirnya saya menghubungi
Isya untuk meminjam bukunya, yang ternyata masih tersegel rapi walaupun sudah
setahun dibeli (Hiks.. jadi people from 8 to 16 and kadang molor memang membuat
masa tunggu buku di rak belum terbaca jadi lebih lama, I feel you, Sya).
Setelah membaca ketiga buku karangan Pidi Baiq ini, sekarang
intonasinya berubah, lebih ke arah sedikit berfikir dan merenung saat diberi
pertanyaan (kayak mengulangi pertanyaan sebelum menjawab gitu deh. Ya gitu).
Hmmm, What’s so good about Dilan, ya?
********
Dilan, Dia Adalah Dilanku tahun 1990 dan Dia adalah Dilanku tahun 1991 merupakan kisah dari sudut pandang Milea Adnan Husain yang kerap di sapa Lia (dan Milea Saddam Husain). Kisah ini berlatar kisah cinta masa SMA Lia bersama Dilan di tahun 1990 dan 1991. Kisah ini mengambil tempat di Bandung sehingga beberapa bagian buku ini, Lia juga mengajak pembacanya membayangkan Bandung yang asri di tahun 1990an.
Lia merupakan siswa pindahan dari Jakarta yang cukup menarik perhatian siswa lawan jenisnya, salah satunya Dilan. Buku Dia Dilanku tahun 1990 merupakan kisah pendekatan Dilan terhadap Milea dengan caranya yang ga umum seperti meramal Milea dalam perjalanan ke sekolah, datang ke rumah mengaku utusan kantin membawa daftar menu yang ternyata isinya undangan mengatas namakan kepala sekolah yang mengundang datang ke sekolah pada hari Senin-Sabtu. Dan yang paling bikik ngakak adalah memanjat pembatas kelas untuk mengintip Milea sampe dinding pembatas kelas ambruk dan memberi hadiah TTS yang udah diisi supaya Lia ga pusing mikirin jawaban TTSnya. Sungguh tidak terbayang Dilan yang seorang Panglima Tempur sebuah geng motor bisa sekocak dan seromantis semanis Dilan dalam mendekati perempuan.
Ngomong-ngomong istilahnya memang "Panglima Tempur" ya?
Jika buku pertama kita akan diajak senyum-senyum ikut mengingat masa pacaran mereka dan rada sedikit tegang dengan kenakalan Dilan, buku kedua menurutku sedikit lebih banyak curhatan Milea mengenai kekhawatirannya akan pergaulan Dilan dan sedikit "pembenaran diri" atas sikap overprotektif menjurus posesif yang dia rasakan terhadap Dilan. Selain itu Milea juga sepertinya sering memberikan kesan yang sering salah diartikan oleh lawan jenis yang sering membawanya ke dalam masalah. Dalam Dilan 1991 kita diajak lebih mengenal karakter-karakter keluarga Dilan dan Milea. Saya sangat kagum dengan Bunda yang tetap bisa berfikiran luas mengenai pergaulan Dilan, padahal Dilan sudah pernah sampai koma karena ditusuk pisau. Jadi, jika buku pertama kita disuguhkan dengan senangnya pergaulan masa sekolah, PDKT dan jadian dengan konflik yang menurut saya datar, buku 1991 menurut saya lebih menarik karena sifat karakternya, konflik yang dialami masing-masing karakter lebih bisa dirasakan oleh pembaca.
Buku ketiga dari seri Dilan Milea ini adalah Milea suara Dilan. Tetapi Dilan tidak lagi mengulangi cerita yang disampaikan dalam buku sebelumnya, melainkan hanya menyampaikan sudut pandangnya atas berbagai peristiwa yang terjadi. Sehingga kita juga tahu apa yang dipikirkan Dilan, apa yang dia rasakan terhadap Milea, siapa teman-teman nongkrongnya, apa yang dia rasakan terhadap teman-temannya, pergaulan seperti apa sebenarnya yang dia jalani dan dan apa yang memicu dia mengambil keputusan-keputusan yang sering memicu kehebohan di masa mudanya. Secara khusus saya salut dengan luasnya pergaulan Dilan, tidak hanya dengan temannya sesam geng bermotor tetapi juga dengan pedagangang kecil dan kalangan "tersisih" seperti seorang waria bernama Remy Moore Buku Milea ini juga timelinenya lebih panjang, tidak hanya berkisah masa-masa mereka SMA. Jadi pembaca juga dibawa ke beberapa pertemuan mereka setelah lulus SMA tetapi dari sudut pandang Dilan.
*******
So, What's so good about Dilan and Milea?
Kisahnya mungkin merupakan cerita yang biasa kita dengar. Anak SMA, cantik, pindahan, banyak yang suka. FTV banget. Tapi karakter Dilan (dan Bunda) membuat saya tertarik menyelesaikan 3 buku ini dalam waktu singkat. Bahasanya mudah dimengerti, dan rasanya seperti sedang benar-benar mendengar cerita dari teman. Dilan benar-benar tahu bagaimana memperlakukan seorang gadis, membuatnya merasa berharga dan merasa punya pelindung. Plusnya banyak kalimat-kalimat yang quoteable juga, percakapan-percakapan mereka kadang receh tetapi mengundang senyum. Puisi-puisi Dilan sangat unik dan tidak picisan seperti puisi-puisi lain yang diterima Milea.
Bersama Milea dan Dilan, rasanya kita bisa menikmati berkeliling kota Bandung yang sejuk dan bebas dari macet. Banyak kalimat-kalimat yang menunjukkan ketidaksukaan Milea dan Dilan (dan mungkin Pidie Baiq pada kondisi kota Bandung yang sekarang). Mengenai geng motor, sepertinya Bandung punya sejarah panjang dengan adanya kelompok yang sekarang cenderung dianggap meresahkan ini. Dilan memberikan sedikit gambaran apa yang membuat seseorang bisa sangat terikat dengan persahabatan yang terbentuk diantara anggota geng. Hubungan yang fair. Kamu pukul aku, aku pukul kamu, udah selesai. Walaupun ada yang yang tidak menghormati "code" tidak tertulis itu, lama-lama mereka akan tersingkir sendiri dari pergaulan.
Secara keseluruhan, buku ini memang layak dibaca. Walaupun saya belum menemukan apa yang membuatnya jadi sangat digilai para pembacanya, dan film adaptasinya benar-benar dinanti segitunya. Sampai tiketnya habis terus berhari-hari. Mungkin karena dulu saya merasa sekolah dan pergaulannya ya begitu. Bukan seperti yang ditayangkan FTV sekarang (ngomong-ngomong apakah tipikal anak sekolah sekarang memang seperti FTV banget ya? Sampai mereka ga pernah dengar sepik2an receh dari temen-temennya yang kadang bikin bikin mikir serius apa engga nih).
Dan, Dilan dan Milea sama-sama diberikan kesempatan untuk memberikan sudut pandang masing-masing membuat saya merasa buku ini berimbang. Saat membaca 1990 dan 1991 ada terselip rasa tidak percaya dengan "kenangan" Milea terhadap Dilan yang sangat sempurna, dan ada rasa kecewa terhadap Dilan, yang katanya sangat sayang tetapi hanya dengan satu omongan putus saja sudah membuat dia meninggalkan Milea. Tanpa usaha untuk balik kembali. Tetapi dengan adanya Buku Milea, membuat saya mengerti dengan apa yang Dilan pikirkan, apa yang membuat Dilan benar-benar mundur dari kehidupan Milea.
Awalnya kirain karena Dilan itu puitis dan mungkin dia pernah membaca Kahlil Gibran dan sangat menjiwai kutipan " Cinta hanya mengajarkanku untuk melindungimu, bahkan dari diriku sendiri". Tetapi ternyata sesungguhnya kata si Remy Moore hanya karena "Gengsi".
Lalu bagaimana hubungan Milea dan Dilan sekarang? Karena setelah baca kiri kanan katanya kisah ini nyata. Mungkin quote ini bisa menggambarkannya. Yah, they're Mandah after all.
Secara keseluruhan, buku ini memang layak dibaca. Walaupun saya belum menemukan apa yang membuatnya jadi sangat digilai para pembacanya, dan film adaptasinya benar-benar dinanti segitunya. Sampai tiketnya habis terus berhari-hari. Mungkin karena dulu saya merasa sekolah dan pergaulannya ya begitu. Bukan seperti yang ditayangkan FTV sekarang (ngomong-ngomong apakah tipikal anak sekolah sekarang memang seperti FTV banget ya? Sampai mereka ga pernah dengar sepik2an receh dari temen-temennya yang kadang bikin bikin mikir serius apa engga nih).
Dan, Dilan dan Milea sama-sama diberikan kesempatan untuk memberikan sudut pandang masing-masing membuat saya merasa buku ini berimbang. Saat membaca 1990 dan 1991 ada terselip rasa tidak percaya dengan "kenangan" Milea terhadap Dilan yang sangat sempurna, dan ada rasa kecewa terhadap Dilan, yang katanya sangat sayang tetapi hanya dengan satu omongan putus saja sudah membuat dia meninggalkan Milea. Tanpa usaha untuk balik kembali. Tetapi dengan adanya Buku Milea, membuat saya mengerti dengan apa yang Dilan pikirkan, apa yang membuat Dilan benar-benar mundur dari kehidupan Milea.
Awalnya kirain karena Dilan itu puitis dan mungkin dia pernah membaca Kahlil Gibran dan sangat menjiwai kutipan " Cinta hanya mengajarkanku untuk melindungimu, bahkan dari diriku sendiri". Tetapi ternyata sesungguhnya kata si Remy Moore hanya karena "Gengsi".
Lalu bagaimana hubungan Milea dan Dilan sekarang? Karena setelah baca kiri kanan katanya kisah ini nyata. Mungkin quote ini bisa menggambarkannya. Yah, they're Mandah after all.
https://gosipcerita.files.wordpress.com/2014/10/gambar-kata-kata-cinta-51.jpeg?w=625 |
Comments
Post a Comment